se-Papua untukmendukung sikap politiknya yang meminta smelter PT Freeport harus dibangun di Pa- pua ini. Tidak tanggung-tanggung, Lukas Enembe mengancam akan mengusir keluar PT Freeport Indo- nesia dari Papua bila smelter tersebut dibangun di luar Papua. Salah satu anggota Komisi VII DPR, Tony Wardoyo mendesak juga mendesak PT Freeport Indonesia agar mendirikan smelter di Papua dan pemerintah harus membuat regulasi tentang pembangunan smelter ter- sebut. Sementara itu,sebagian tokoh masyarakat adat di sekitar tempat Freeport beroperasi menganggap konflik penembakan di Timika adalah skenario apa- rat keamanan dalam merebut posisi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia. Gelombang proteslainnya berasal dari Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai, John NR Gobai walau tidak berbicara tentang smelter. Gobay mengatakan, PT Freeport Indonesia (PT FI) harus melibatkan masyarakat adat dalam peninjauan ulang Kontrak Karya II karena masyarakat adat adalah pemilik hak ulayat atas tanah yang dieksploitasi besar-besaran oleh PT Freeport Indonesia. PT Nabire Baru, Perusahaan Kelapa Sawit Persoalan lingkungan yang juga cukup menonjol setelah Freeport di media massa pada Januari 2015 adalah dampak lingkungan dan sosial yang disebab- kan kehadiran PT Nabire Baru, sebuah perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Nabire. Beberapa tahun terakhir, kawasan hutan lindung ter- us ditebang oleh pihak perusahaan bersama oknum aparat keamanan. Daerah Wami dan Sima, Distrik Yaur, bagian barat Nabire, misalnya, puluhan hektar hutan saat ini rusak akibat penebangan liar. Untuk kondisi ini, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta mengutuk tindakan perus- ahaan kelapa sawit yang menggunakan jasa aparat keamanan untuk melakukan tindakan kekerasan ter- hadap masyarakat pemilik hak ulayat di Kampung Sima, Nabire, Papua. Untuk kebutuhan lahan tanah, Daerah Keramat dan Dusun Sagu Dibabat Habis PT Nabire Baru. Daerah keramat yang selama ini dirawat masyarakat Suku Waoha, Koroba, Sarakwari dan Akaba, dibabat habis perusahaan. Dusun sagu sebagai sumber penghidupan mereka juga ikut dibabat habis. Tidak tinggal diam melihat kondisi ini, Masyarakat Adat Suku Besar Yerisiam yang terdiri dari empat suku di dalamnya menyatakan komitmen untuk segera menutup perusahaan perkebunan kelapa sawit di kam- pung Wami dan Sima, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua. Penambangan Liar di Dageuwo Masalah lama lain yang masih belum dituntaskan Pemerintah tetap mendapat pengawalan atas keberlanju- tan kasus. LPMA Swamemo dengan tuntutan yang sama sejak beberapa tahun silam juga muncul kembali di me- dia masa pada Januari 2015 ini. Penambangan liar tetap menjadi fokus lembaga ini. Instruksi Pemerintah untuk memberhentikan kegiatan pertambangan emas di sepanjang Sungai Degeuwo, Ka- bupaten Paniai, Papua, dalam Surat Keputusan Gubernur Papua Nomor 1 tahun 2011, tentang pemberhentian kegiatan penambangan emas ilegal tanpa ijin di seluruh wilayah Papua dan Instruksi Bupati Kabupaten Paniai dengan Nomor 53 tahun 2009, tentang penutupan lokasi penambangan emas belum ditindaklanjutimembuat gerah LPMA Swamemo. LPMA Swamemo meminta tiga perusahaan ilegal yang sedang beroperasi seperti PT Martha Minning, milik Ibu Antoh; PT Madinah Qurrata‟ain, milik Haji Hari dan CV Komputer milik Haji Marzuki untuk segera patuhi ke- bijakan pemerintah yaitu meninggalkan Dageuwo. Masalah Lingkungan Lainnya Masalah Lingkungan Lainnya yang juga mendapat per- hatian media massa adalah kerusakan cagar alam di Biak yang disoroti Dewan Adat Biak. Sedangkan di Merauke, untuk mengantisipasi wabah demam berdarah, Bupati Mbaraka menghimbau masyarakat untuk jaga kebersihan lingkungan. Di Kabupaten Jayapura, terkait illegal logging, Tim krim- inal khusus Polda Papua menahan lima truk mengangkut kayu jenis merbau atau kayu besi, pada Rabu NEWSLETTER JERAT PAPUA Edisi II 2015 Hal. 2 Pertambangan emas di sepanjang Sungai Degeuwo, Kabupaten Paniai, Papua