NEWSLETTER JERAT PAPUA Edisi II 2015 Hal. 5 Kasus penularan penyakit HIV AIDS di Papua makin mengkha- watirkan. Kondisi ini mulai mengancam keberlangsungan hidup suku asli di Pa- pua. “Saya datang ke Kabupaten Paniai, di sana dilaporkan sudah empat marga penduduk asli punah gara-gara HIV,” ujar Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI Fransen G Siahaan, pada acara tatap muka dengan Menteri Pem- berdayaan Perempuan dan Perlin- dungan Anak Yohana Yembise, di Nabire. Menurut dia, setidaknya terdapat dua faktor utama yang menyebabkan penu- laran HIV di Papua tumbuh begitu ce- pat. Pertama, maraknya minuman keras (miras). Kedua, perilaku seks bebas. Kedua kebiasaan tersebut, lanjut dia, dapat membuat suatu bangsa mengala- mi fenomena lost generation. Yohana sendiri mengamini pernyataan Fransen. Dia menilai miras penyebab utama terjadinya perilaku seks bebas dan kekerasan di Papua. “Miras adalah akar permasalahan. Saya sendiri belum menemukan solusi yang jitu untuk menekan konsumsi miras di kalangan orang asli Papua,” sebut Yohana. Keprihatinan terhadap tingginya kasus HIV juga diutarakan oleh Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlin- dungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Nabire, Yufinia Mote. Bahkan penularan HIV di Papua tidak lagi menyasar kepada kelompok beresi- ko, seperti pekerja seks komersial dan laki-laki hidung belang. Penularan su- dah sampai pada pihak ketiga, yakni ibu rumah tangga dan bayi. “Di Nabire hampir setiap bulan ada sekitar enam ibu yang kena HIV. Sekitar 5-6 tahun lagi, bisa habis orang asli Papua di si- ni,” ujar Yufinia. Yufinia menceritakan, saat ini, ban- yak terdapat bayi di Nabire yang lahir tanpa memiliki ayah dan ibu karena meninggal akibat HIV. Pem- kab Nabire pun masih kesulitan un- tuk mengurus pendidikan dan pengasuhan pada mereka. Dia menambahkan Nabire adalah kota ketiga dengan kasus HIV tertinggi di Papua, setelah Timika dan Jaya- pura. Sementara itu, data Komisi Pe- nanggulangan AIDS Provinsi Papua pada 2013 menunjukkan, penderita HIV AIDS secara akumulatif di Pa- pua mencapai sekitar 24 ribu. Pa- dahal, kata Yufinia, total penduduk di Papua tidak sampai 4 juta orang. Itu pun, mayoritas penduduk Papua pada saat ini adalah pendatang. Di tempat terpisah, Direktur Yayasan Bali Peduli Steve Wignall mengatakan, di Papua hanya ada 142 puskesmas dan 20 rumah sakit. Menurutnya, sedikitnya pukesmas dan rumah sakit membuat masyarakat sulit untuk mengakses obat ARV. Apalagi, medan menuju rumah sakit dan puskesmas itu juga sangat sulit. Dia menambahkan, para pen- derita HIV AIDS tidak hanya butuh obat-obatan, namun juga perlu pendampingan dari masyarakat sekitar, terlebih lagi warga juga harus mengu- rangi stigma yang ada. Hingga saat ini, masyarakat masih menganggap bahwa pen- derita HIV AIDS itu perlu di- jauhi. Baginya, stigma itu salah dan perlu diubah. “Kita perlu dukungan pemerintah untuk mengurangi penderita HIV AIDS dan kita sendiri akan memperluas jaringan,” ujarnya. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes Tjandra Yoga Aditama menga- takan, data per September 2014 menyebutkan risiko penularan